Bahasa Indonesia Part-2

Perubahan tata bahasa Indonesia terutama pada EYD ( Ejaan Yang Disempurnakan ) 

Pengertian Tata Bahasa
Tata bahasa adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa. Ilmu ini merupakan bagian dari bidang ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistik. Tata bahasa bahasa Indonesia telah diatur dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI).
Dalam tata bahasa terdapat ciri-ciri umum yaitu sebagai berikut:
Pembentukan kata dilihat dari afikasi (pengimbuhan) dan reduplikasi (pengulangan).
Sarana-sarana dari tingkat leksikal mau pun di tingkat gramatikal dapat digunakan untuk menyatakan arti.
Satuan sintaksis bersifat senyawa.
Jalinan tingkat gramatikal dan leksikal yang perlu diperhatikan.
Didalam tata bahasa terdapat bahasa baku, bahasa baku itu sendiri adalah kata-kata standar yang sesuai dengan aturan kebahasaan yang berlaku, didasarkan atas kajian ilmu, termasuk kedalam ilmu bahasa dan termasuk kajian ilmu. Di zaman sekarang ini tata bahasa baku hanya digunakan disaat atau diwaktu tertentu saja. Contohnya adalah, penggunaan bahasa baku hanya digunakan disaat kita berbicara kepada guru, dosen, namun penggunaan bahasa baku jarang bahkan tidak digunakan jika kita berbicara dengan teman sebaya, teman sepermainan, atau teman berkelompok.
EYD ( Ejaan Yang Disempurnakan )
Seperti judul nya, EYD adalah Ejaab Yang Disempurnakan. Mengapa disempurnakan? Jadi, maksud dari disempurnakan ialah menggunakan kata tambahan sebelum atau sesudah kata utama. Contoh nya seperti dibawah ini:

Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan):
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola.
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
Gabungan kata atau kata majemuk:
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.
Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu, miliknya.
Kata depan atau preposisi (di, ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
Partikel:
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
Singkatan dan akronim:
Akronim dan singkatan hanya sebaiknya digunakan sebagai judul jika hal tersebut jauh lebih terkenal daripada kepanjangannya (misalnya AIDS vs. Acquired Immune Deficiency Syndrome, radar vs. Radio Detection and Ranging).
Seringkali suatu singkatan yang terkenal kepanjangannya menggunakan bahasa asing sehingga penutur bahasa Indonesia yang terbiasa menggunakan akronim/singkatan yang telah diserap dalam bahasa Indonesia tersebut lebih terbiasa dengan singkatannya. Hal ini juga patut dicermati. Contoh adalah ASEAN vs. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
EYD sendiri sudah mengalami beberapa perubahan, diantaranya:
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y" : sajang → sayang
"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.
Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.